top of page

Candu: Narkoba Laknat yang Pernah Jadi Berkat

  • historyagent
  • Jun 27, 2020
  • 3 min read

Oleh: Azil

Deretan persenjataan era Perang kemredekaan 1945-1950 yang dipamerkan di Museum Satria Mandala Jakarta. Sebagian persenjataan saat itu dibeli menggunakan hasil perdagangan Candu (Sumber: Republika)

Candu sebenarnya sejenis bahan minuman yang diperoleh dari tanaman papaver somniferum atau Opium. Bahan minuman ini mengandung racun yang dapat melemahkan syaraf syaraf tubuh manusia, dan apabila dipergunakan berlebihan akan menyebabkan efek memabukkan.


Candu dalam istilah umum disebut sebagai opium yang berasal dari bahasa latin yaitu apion. Orang arab menyebutnya apian dan orang Indonesia menyebutnya dengan apiun. Orang Jawa menyebutnya dengan apyun apabila masih mentah, sedangkan bila sudah matang disebut dengan candu atau madat.


Menutu Djoko dalam Candu Dan Militer: Keterlibatan Badan-Badan Perjuangan Dalam Perdagangan Candu Di Jawa Pada Masa Revolusi (1970), bila pemasakan bahan candu tersebut dicampuri bahan-bahan lain, seperti daun awar-awar, kecubung, atau lengkeng, maka orang Jawa menyebutnya sebagai tike.


Mulai Jadi Komoditas Andalan Selama Perang


Pemerintah republik menyadari bahwa sumber-sumber ekonomi dalam sektor pertanian dan perkebunan tidak dapat diandalkan karena sebagian besar pabrik-pabrik pengolahan hasil perkebunan hancur akibat pendudukan Jepang.


Walaupun penyelundupan komoditi perkebunan yang tersisa dapat membantu dana perjuangan, tetapi nilai jual dan resiko yang dihadapi jauh dari yang diharapkan untuk dapat memenuhi keuangan negara.


Padahal pemerintah butuh dana yang besar untuk menggaji pegawai dan tentara, membeli alat-alat perang, membiayai perwakilan di luar negeri, hingga membiayai operasional perang dengan Belanda.

tret A. A. Maramis, Menteri Keuangan RI yang mengusulkan pemanfaatan Candu untuk mengisi dana perjuangan kemrdekaan Indonesia (Sumber: Tribun Manado)

Dalam suratnya kepada kepala kepolisian negara yaitu Soekanto, Menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis meminta kepolisian membantu memperdagangkan candu yang akan dipergunakan untuk membiayai delegasi Indonesia keluar negeri, membiayai delegasi Indonesia di Jakarta, dan memberi gaji kepada pegawai-pegawai RI.


Dalam arsip Djogdja Documenten no. 230 (ANRI, Jakarta), Menteri keuangan juga meminta kepolisian mengizinkan para pejabat kantor regi candu yang membawa lisensi dari kementerian keuangan untuk menjual candu keluar negeri, menukarkan candu dengan emas, dan menukarkan candu dengan mata uang asing.


Jalannya Perdagangan Candu


Untuk memperlancar pengelolaan dan perdagangan candu, pemerintah membentuk kantor-kantor regi candu di beberapa kota yang dianggap strategis. Kantor-kantor candu yang dianggap besar adalah Kantor Regi Candu dan Garam di Kediri, Kantor Besar Regi Candu dan Garam di Surakarta, dan Kantor Depot Regi Candu serta Obat di Yogyakarta.


Kantor-kantor candu tersebut diperkirakan mulai aktif sekitar pertengahan hingga akhir 1947. Pabrik tempat pengolahan candu yang dikelola oleh pemerintah terletak di Wonosari Gunung Kidul dan Beji Klaten.


Pada arsip Djogdja Documenten no. 228 (ANRI, Jakarta), tertulis persediaan candu setengah matang di pabrik Wonosari pada bulan November 1948 sebanyak tiga ton, sedangkan di Pabrik Beji Klaten sebanyak satu ton.

Potret pabrik pengolahan Candu di Batavia sekitar 1936 (Sumber: Tropenmuseum)

Penyelundupan candu ke Singapura baru dimulai pada bulan Juli 1947 atas perintah Perdana Menteri Amir Syarifuddin. Penyelundupan candu semakin intensif dilakukan sejak dikeluarkan perintah penyelundupan candu (candu trade) oleh Wakil Presiden Muhammad Hatta pada bulan Februari 1948.


Pada umumnya, candu tidak diselundupkan secara sendiri atau terpisah dengan komoditas lainnya, tetapi ditempatkan bersamaan atau disamarkan dengan komoditas lainnya terutama gula.


Cheong dalam buku The heartbeat of Indonesian revolution (1997) menulis bahwa sejak ada perintah tersebut, setiap penyelundupan selalu menyertakan candu dengan diselipkan di antara barang barang selundupan lainnya.


Barang-barang komoditas perkebunan maupun candu yang diselundupkan ke Singapura biasanya melalui pelabuhan di Tegal. Angkutan laut yang digunakan adalah kapal tongkang dan speedboat.

Potret Pelabuhan Tegal saat ini, tempat ini jadi saksi bisu perdagangan Candu yang dilakukan dengan cara diseludupkan ke Singapura (Sumber: Majalah Dermaga)

Perjalanan dimulai dari pelabuhan Tegal menuju Singapura, biasanya ditempuh selama dua Minggu dengan terlebih dahulu singgah di pulau Bangka atau Belitung.Setiap candu yang diselundupkan keluar negeri harus diketahui oleh Kantor Besar Regi Candu dan Garam.


Demikian pula besarnya candu yang akan dikirim ke luar negeri juga berdasarkan kebijaksanaan Kantor Besar Regi Candu dan Garam. Karena Kantor Besar Regi Candu dan Garam harus memperhitungkan cadangan candu matang yang ada, agar dapat dibagi untuk perdagangan di dalam negeri maupun yang akan diselundupkan di luar negeri.


Pengiriman candu baik di Surakarta, pabrik candu di Beji-Klaten, maupun Wonosari ke pelabuhan-pelabuhan, terutama ke Tegal, maupun pelabuhan lain harus dikawal ketat. Hal ini dilakukan untuk menghindari sabotase atau perampokan yang dilakukan oleh pasukan-pasukan liar yang menginginkan candu untuk “kebutuhan sendiri”.


 
 
 

Comments


  • Facebook - White Circle
  • Instagram - White Circle

© 2020 by History Agent Indonesia Member of Idea Publika Group

bottom of page