Oleh: Fakhri
Peristiwa meletusnya Gunung Krakatau di Selat Sunda pada 26-27 Agustus 1883 sudah banyak ditulis dan bahkan divisualisasikan peristiwanya. Tapi menurut penulis, hampir seluruhnya sama-sama menjelaskan kondisi manusia sekitar waktu peristiwa tersebut.
Padahal ternyata ada beberapa catatan yang menjelasakan bahwa satwa-satwa memberikan tanda-tanda sebelum letusan yang membuat daerah Nusantara gelap selama 20 jam itu terjadi dan hal ini jarang diungkapkan.
Gajah yang bertingkah laku aneh
Rombongan sirkus bernama Wilson’s Great World Circus tiba di Batavia pada 30 Juli 1883. Pertunjukan mereka dianggap menjadi momen langka yang dinanti di Hindia. Hingga bulan Agustus, rombongan sirkus milik John dan Anna Wilson tersebut hampir setiap malam (selama empat minggu penuh) menghibur warga kelas atas Batavia.
Namun, rangkaian acara mereka disertai dengan geliat dan gejolak Krakatau yang mulai menumpahkan hujan abu vulkanik. Pertunjukan tetap berlangsung, meski disertai beberapa peristiwa yang membingungkan.
Peristiwa yang agak ganjil terjadi pada salah satu binatang sirkus mereka,yaitu seekor gajah kecil yang berprilaku aneh di tengah-tengah pertunjukan. Beberapa binatang berusaha menyakiti si gajah.
Hal itu membuat sang pawang, Miss Nanette Lochart, melakukan pengamanan. Dengan inisiatif yang juga cukup ganjil dan ilegal, gajah tersebut dipindah (disembunyikan), lalu dibaringkan di dalam kamar Miss Lochart di Hotel des Indes, Batavia. Saat ditinggalkan sejenak oleh sang pawang, si gajah kembali berulah.
Burung yang migrasi
Dipaparkan bahwa letusan telah banyak membunuh binatang, dan banyak pula binatang-binatang yang melarikan diri untuk sementara waktu. Hal ini diperkuat oleh kesaksian van Sandick bahwa pada pagi hari 24 Agustus 1883 sejumlah besar kawanan burung melintasi laut dari Batavia. Mereka diduga bermigrasi untuk menghindari bencana yang akan terjadi.
Kuda yang kabur dari peternakan
Keanehan prilaku binatang di sekitar letusan Krakatau juga dituturkan Pangeran Aria Djajadingingrat, dalam buku kenangannya berjudul Herinneringen van Pangeran Aria Achmad Djajadinigrat. Saat Krakatau meletus, ia mendengar kesaksian pamannya, seorang Asisten Wedana Tadjoer, yang menjadi salah satu korban selamat dari letusan.
“Suatu pagi paman saya mendengar dentuman keras dan melihat cahaya api besar di atas Krakatau. Kemudian hari menjadi gelap. Pikirnya, bahwa dunia (akan) kiamat, dia tidak memikirkan perjalanannya untuk saat ini; dia tinggal di tempatnya.
Sekarang ia merupakan penyayang binatang. Dia punya beberapa kuda, juga burung dan mamalia lainnya. Ketika hari semakin gelap, ia mulai membebaskan binatang-binatangnya untuk mencari perlindungan. Burung-burung terbang, kuda-kuda juga berlari setelah pintu kandang mereka dibuka.”
Singkat cerita, pamannya pun selamat karena seekor kuda yang enggan melarikan diri seperti kuda-kuda lainnya. Kuda itu lah yang membawa ia beserta istri dan anaknya menuju perbukitan. Kuda tersebut dianggap sebagai penyelamat dan kemudian diberi nama kehormatan “Toemenggoeng”. Hal yang dianggap unik dari kuda tersebut ialah tanda-tanda langka yang dimilikinya, yang dianggap sebagai “Satria Pinajoengan”.
Comments