top of page

Jatuh Bangun Status Masyarakat Afrika-Amerika

  • historyagent
  • Jun 19, 2020
  • 3 min read

Oleh : Dion

Potret aksi Black Lives Matter yang menyebar luas di Amerika Serikat setelah aksi rasisme yang menimbulkan kematian oleh Polisi di Minneapolis terhadap pria Afrika-Amerika bernama George Floyd (Sumber: Duck Chronicle)

Kasus kematian George Flyod yang belakangan ini menjadi berita hangat diseluruh hingga menyebabkan aksi demonstrasi hingga menyebabkan kerusuhan sebagian besar wilayah Amerika Serikat.


Rasisme terhadap orang Afrika-Amerika yang jadi akar permasalahannya sudah ada di Amerika Serikat sejak awal abad ke -19. Menurut P. J. Henry dan David O. Sears dalam artikel jurnal berjudul Race and Politics: The Theory of Symbolic Racism, orang Afrika-Amerika saat itu jadi budak di sektor perkebunan di wilayah selatan Amerika Serikat.


Dari Perbudakan ke Kebebasan

Potret Budak Afrika-Amerika di ladang kapas sekitar 1860-an (Sumber: History.com)

Mereka didatangkan langsung dari wilayah Afrika Barat salah satunya wilayah Nigeria saat ini. Banyak dari mereka diperlakukan dengan tidak baik seperti disiksa secara lahir dan batin hingga diperkerjakan sampai meninggal dunia oleh para tuannya yang kebanyakan adalah

kulit pendatang dari Eropa.


Era Kegelapan bagi Afrika-Amerika tersebut mulai berkahir ketika dikeluarkannya Missouri Compromise yang menyepakati penghapusan perbudakan di 12 negara bagian di Utara Amerika Serikat dan 12 negara bagian lainnya di Selatan Amerika Serikat yang masih melakukan perbudakan.


Kesepekatan yang ditandatangani pada 6 Maret 1820 atau sekitar masa Presiden James Monroe mulai meningkat menjadi penghapusan perbudakan di Amerika Serikat secara keseluruhan ketika Presiden Abraham Lincoln naik pada 4 Maret 1861.


Hal tersebut menjadi cikal bakal Perang Saudara Amerika yang tebelah menjadi 2 kubu antara kubu Union (Negara bagian Amerika Serikat di utara) yang menghapus perbudakan dan kubu Konfederasi (Negara bagian Amerika Serikat di selatan) yang masih melakukan perbudakan.


Puncaknya Pada tahun 1862 Presiden Amerika Serikat, Abraham Lincoln memperjuangkan Proklamasi Emansipasi berisi penghapusan perbudakan di Amerika Serikat yang kemudian disahkan oleh kongres Amerika Serikat sekitar Desember 1865 sebagai Amandemen ke-30 Konstitusi Amerika Serikat.


Meskipun demikian perjuangan emansipasi Afrika-Amerika masih harus berlanjut dengan berhadapan terhadap organisasi supremasi orang kulit putih Amerika bernama Ku Klux Klan yang meneror mereka dan simpatisan mereka di Amerika Serikat bagian selatan. Selain itu masih ada tindakan rasisme dan diskriminasi secara sosial dalam menggunakan fasilitas umum maupun hak-hak sebagai warga negara hingga sekitar 1954.


Dari Kebebasan ke Kesetaraan

Potret Gerakan Hak-hak Sipil Amerika Serikat sekitar 1954-1968 (Sumber: Office Holidays)

Memasuki era 1950-an, diskriminasi terhadap masyarakat Afrika-Amerika semakin menjadi-jadi tidak hanya dilakukan oleh masyarakat biasa tetapi juga oleh aparat pemerintah dan keamanan seperti polisi.


Puncaknya munculah Gerakan Hak-hak Sipil Amerika Serikat sejak 1954 yang dipimpin oleh seorang pendeta Kristen bernama Martin Luther King Jr yang menjadi aktivis yang menyuarakan dan menyatakan optimismenya akan kesetaraan ras bagi Afrika-Amerika berupa orasi berjudul “ I Have a Dream (Saya Memilki Mimpi)” di Washington D.C pada 28 Agustus, 1963.


Aksi bertujuan untuk melawan diskriminasi orang kulit hitam agar bisa sejajar dengan orang kulit putih karena seringkali orang kulit hitam dianggap rendah dan tidak bermoral ini berakhir ketika Presiden Lyndon B. Johnson menandatangani Civil Rights Act of 1964 yang berisi penghapusan diskriminasi atas dasar ras, kelamin, warna kulit, dan asal negara.


Diskriminasi ras mulai jadi suatu hal yang negatif sejak saat itu, dan kondisi kehidupan masyarakat Afrika-Amerika mulai berangsur membaik. Bahkan pada 4 November 2008, adalah angin segar bagi orang Amerika-Amerika dalam perpolitikan Amerika Serikat.


Karena Barack Husein Obama II politisi Partai Demokrat sekaligus keturunan Afrika-Amerika tepilih menjadi presiden non-kulit putih pertama dalamsejarah Amerika Serikat. Presiden yang berkuasa selama 2 periode ini seolah membutikan secara jelas bahwa orang kulit berwarna bisa sejajar dengan orang kulit putih.


Akan tetapi dengan dipimpin oleh presiden kulit berwarna bukan berarti masalah rasisme di Amerika Serikat terhadap orang Afrika-Amerika Serikat selesai, karena tetap saja ada perlakuan rasisme secara terbata dan dan adapula yang sampai menimbulkan korban jiwa.


Salah satunya penembakan di Gereja Methodist Imanuel, Charleston, Negara Bagian Carolina Selatan, Amerika Serikat pada 17 Juni 2015. penembakan yang dilakukan pelaku bernama Dylaand Roof menimbulkan korban tewas sebanyak 9 orang Afrika-Amerika.


 
 
 

Comments


  • Facebook - White Circle
  • Instagram - White Circle

© 2020 by History Agent Indonesia Member of Idea Publika Group

bottom of page