Jejak Karantina di Wilayah Malang
- historyagent
- Jun 25, 2020
- 2 min read
Oleh: Laila

Pemberlakuan PSBB yang merupakan pengembangan dari karantina wilayah dalam menghadapi COVID-19 ini, rupanya pernah dilakukan pada masa Kolonial Hindia Belanda. Salah satu kasusnya adalah karantina wilayah wabah pes di Malang sekitar tahun 1910-1916.
Saat itu wabah pes yang menjangkiti Malang berjenis pes bisul (bubonic plague). Wabah ini sedemikian parah sampai kepada titik dimana pemerintah kolonial menyatakan Malang sebagai daerah yang terinfeksi dengan pes pada tanggal 5 April 1911.
Seputar Wabah Pes di Malang dan Penanganannya
Safitry lewat artikel jurnal berjudul Kisah Karantina Paris of the East: Wabah Pes di Malang 1910-1916 (2020) menuliskan, bahwa perantara wabah pes di Malang pada tahun 1910-1916 diduga adalah kutu Xenopsylla cheopis, Stavalius cognatus, dan Neopsylla sondaica
yang terbawa bersama beras impor.
Beras impor ini berasal dari wilayah Tiongkok, dan British Raj (sekarang Bangladesh, Bhutan,India, Myanmar, Nepal, dan Pakistan. Saat itu wilayah tersebut sudah diserang wabah pes.
Wilayah Malang yang dikelilingi gunung – menjadikan Malang tempat yang lembab, memudahkan kutu pes bereproduksi lebih cepat – serta faktor sosial yakni kurangnya kewaspadaan masyarakat pribumi yang beraktivitas seperti biasa, mengakibatkan meningkatnya pes di Malang.
Oleh karena itu, pemerintah kolonial segera membentuk lembaga bernama Dienst der Pestbestrijding (Dinas Pemberantasan Pes) dalam menangani wabah pes ini. Upaya yang dilakukan lembaga ini meliputi: evakuasi, isolasi, dan woningverbetering (perbaikan rumah).

Dinas tersebut kemudian memberlakukan karantina wilayah yang mencegah keluar masuknya orang dan barang ke maupun dari wilayah Malang. Karantina ini akhirnya dicabut sekitar bulan Desember 1916, Malang dinyatakan bebas dari wabah pes.
Wabah pes ini amat berdampak bagi masyarakat Malang, khususnya pribumi yang mana mayoritas menjadi korban pes. Pemerintah kolonial sampai menerbitkan buku panduan bagi masyarakat pribumi untuk menghindari wabah seperti ini kembali terjadi.
Tidak hanya korban jiwa tetapi pula kepada perekonomian masa kolonial dimana masyarakat pribumi yang terjangkit harus meninggalkan lahan berakibat kepada gagal panen serta terjadinya peningkatan kejahatan seperti penjarahan.
Sisi Lain Karantina Wilayah di Hindia Belanda
Karantina wabah pes di Malang ini menggambarkan betapa terdampaknya masyarakat pribumi serta besarnya kesenjangan sosial antara masyarakat pribumi dan masyarakat Eropa yang tidak lepas dari kepentingan pemerintahan kolonial.
Dengan banyaknya korban yang berjatuhan yang mayoritas merupakan masyarakat pribumi, jelas ada diskriminasi dalam perlakuan terhadap masyarakat Eropa dan pribumi yang terkena penyakit.
Penerapan karantina wilayah memang salah satu opsi paling pahit yang harus diambil pemerintah kolonial, karena di Hindia Belanda penerapan karantina pada saat itu belum memperlihatkan hasil yang baik, salah satu alasannya yaitu biaya besar yang harus dikeluarkan.

Menurut G. A. Jaelani dalam artikel jurnal berjudul Melampaui Batas-Batas: Perdebatan Ekonomi Politik Penerapan Karantina di Masa Kolonial (2020), mencatat bahwa memang aspek politik ekonomi berperan penting dalam perdebatan isu karantina wilayah ini.
Selain butuh biaya besar, karantina wilayah mengakibatkan lambannya perpindahan barang dan orang yang tentunya mengakibatkan perekonomian berjalan lamban. Akibatnya pendapatan koloni semakin menurun, disaat biaya untuk karantina wilayah semakin meningkat.
Comments