Oleh: Muhammad Dzauhar Azani
“Ibukota Republik Indonesia adalah Jakarta. Atau…Bagaimana kalau ibukota RI saya pindahkan dari Jakarta?” (Kompas, 1991).
Berikut penggalan kalimat yang diucapkan Presiden Soekarno dalam rangka peringatan hari ulang tahun kota Jakarta pada sidang DPR-GR 22 Juni 1964. Pernyataan tersebut merupakan salah satu bukti pernah adanya wacana pemindahan ibukota RI dari Jakarta ke daerah yang saat itu akan berlokasi di Palangkaraya.
Menurut Wijarnaka dalam Sukarno dan Desain Rencana Ibu Kota RI di Palangkaraya (2006), Soekarno beralasan bahwa Jakarta dianggap sebagai ibukota merupakan warisan daripada kolonialisme Belanda, karena setiap bangunan serta infrastruktur di Jakarta sebelumnya untuk kepentingan kolonial.
Sebagai negara yang merdeka Indonesia harus memiliki ibukota baru hasil buah karya dari bangsa Indonesia sendiri. Rencana tersebut kemudian diwujudkan dengan telah dimulainya konstruksi infrastruktur yang mendukung.
Meskipun di saat yang bersamaan, tensi konflik antara Indonesia dengan Malaysia tengah meningkat berujung konforntasi, apalagi letak Palangkaraya cukup dekat dengan wilayah Malaysia di pulau Kalimantan bagian utara.
Bandung: Sasaran Pemindahan Ibukota Pertama
Jauh sebelum Soekarno, pemerintah Hindia Belanda telah merencanakan untuk memindahkan pusat pemerintahan dari Batavia (sekarang Jakarta) ke Bandung.
Menurut peneliti Badan Arkeologi Bandung Iman Hermawan dalam artkelnya yang berjudul “Bandung Sebagai Ibukota Hindia Belanda”, kota ini dipilih karena strategis dari segi pertahanan wilayahnya dikelling perbukitan dan letaknya tidak jauh dari Batavia
Alasan lainnya, iklim Bandung yang saat itu terbilang sejuk mendukung produktivitas kerja, jika dibandungkan iklim Batavia yang berada di pesisir dan cenderung panas sehingga diniliai membuat produktivitas kerja merendah.
Sama halnya dengan rencana Soekarno, pemerintah Hindia Belanda telah mempersiapkan bangunan dan infrastruktur baik untuk industri manufaktur maupun urusan negara. Untuk industri ada pabrik persenjataan Artillerie Constructie Winkel dari Ngawi dan Surabaya dipindahkan ke Kiaracondong sejak 1898 yang sekarang menjadi milik PT. Pindad.
Lalu untuk urusan negara ada Departemen Pertahanan Hindia Belanda dari Batavia dipindahkan ke Babakan Ciamis yang sekarang ditempati oleh Kodam III Siliwangi, dan Departemen Pekerjaan Umum dipindahkan dari Batavia Bandung Wetan yang kini dikenal sebagai Gedung Sate.
Sayangnya rencana tersebut kandas akibat Krisis Malaise pada 1929 dan dimulainya pendudukan oleh Jepang pasca menyerahnya pemerintahan Hindia Belanda pada awal Perang Dunia II di wilayah Asia-Pasifik.
Jonggol: Proyek Ibukota Orde Baru
Setelah Belanda dan Soekarno, wacana pemindahan ibukota mulai muncul sekitar 1990-an. Padahal sebelum muncul kembali, telah banyak saran serta pernyataan untuk dilakukannya pemindahan ibukota RI sejak 20 tahun yang lalu.
Mulai dari seorang dosen Studi Regional UGM, Drs. Sujoso Tjokrosudarmo, menyarankan agar ibukota RI dipindahkan ke wilayah lain sperti contohnya Purwakarta atau Jatiluhur yang letaknya tidak jauh dari Jakarta (Kompas,1972).
Lalu sekitar 1975, Bappenas menyarankan agar ibukota RI dipindahkan dari Jakarta untuk mengerem pertumbuhan yang seolah-olah sudah tak terkendalikan lagi yang sebaiknya berlokasi tidak jauh dari Jakarta (Kompas, 1975).
Maka pernyataan serta saran tersebut, diimplementasikan oleh pemerintah saat itu dibawah Presiden Soeharto lewat Keputusan Presiden no. 1 tahun 1997 yang memutuskan daerah Jonggol yang letaknya tidak jauh yaitu sekitar 60 km saja dari wilayah selatan Jakarta sebagai kota mandiri dan berpeluang untuk menjadi Ibukota RI nantinya.
Sayangnya rencana tersebut juga ikut kandas akibat Krisis Moneter tahun 1997-1999, wacana pemindahan ibukota muncul di kala Indonesia tengah berada pada titik klimaks krisis tersebut.
Ibukota Baru Rancangan Prof Habibie
Menurut Dosen Fispol UNTAG Samarinda dalam artikel jurnalnya yang berjudul “Analisa Pemindahan Ibukota Negara”, Presiden BJ Habibie yang berkuasa selama beberapa bulan saja sejak 21 Mei 1998 pernah merencanakan untuk memindahkan ibukota RI ke Sidrap, Sulawesi Selatan.
Alasannya letak Sidrap berada di tengah-tangah wilayah Indonesia, dan dekat dengan Selat Makassar yang mungkin dapat menggantikan pelabuhan Tanjung Priok sebagai akses perdagangan
Rencana tersebut akhirnya juga ikut kandas ketika berkhirnya masa pemerintahan Presiden Habibie, hingga kemudian rencana tersebut muncul kembali saat ini dibawah pemerintahan Presiden Joko Widodo yang berencana memindahkan ibukota RI ke tiga wilayah kandidat di pulau Kalimantan. Palangkarya sebagai ibukota Kalimantan Tengah yang pernah diwacanakan pada masa Presiden Soekarno, ternyata masuk ke dalam tiga wilayah kandidat tersebut.
Apakah rencana yang dilansir dari Kompas dapat memakan biaya hingga 400 Triliun Rupiah ini akan menjadi wacana saja?
Comments