top of page

Konsep National Cuisine Pada Kuliner Nusantara

  • historyagent
  • Oct 29, 2019
  • 2 min read

Updated: May 11, 2020

Oleh: Fakhri

Wujud Rendang. Makan ini pernah dinobatkan oleh CNN sebagai makan paling favorit di dunia pada 2016 (Sumber: Taste Asian Food)

Sebagai salah satu kebutuhan manusia, makanan tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Makanan—yang ada di meja makan—tidak muncul akibat dari proses memasak saja, melainkan terdapat proses sejarah di dalamnya yang membentuk makanan itu sendiri.


Indonesia sebagai bangsa yang posisinya strategis secara geografis dan pernah menjadi bangsa koloni, membuat proses pembentukan makanan tersebut banyak dipengaruhi unsur asing, termasuk Tionghoa dan Belanda.


Perkedel, sup, semur merupakan makanan yang terbentuk akibat persilangan dari unsur asing dan unsur local. Proses persilangan tersebut nyatanya membuat konsep national cuisine menjadi “kabur”.


Ketika orang-orang Indonesia ditanya apa ciri khas makanannya, maka mereka akan menjawab yang langsung menjurus pada etalase yang ada di rumah makan. Hal ini didasari oleh keanekaragaman suku bangsa dan etnik yang membuat ragam kuliner local sangat kaya.


Seputar National Cuisine


Konsep national cuisine sendiri dibahas secara mendalam oleh Fernadez-Armesto dalam karyanya “Near a Thousand Table: a history of food”. Menurut pandangannya, “National Cuisine” tidak ada yang benar-benar “nasional”.


Konsep ini mulanya berkembang dari kebiasaan memasak di daerah dengan bahan-bahan yang terbatas dari alamnya. Dari keterbatasan itu, muncullah saling tukar pengaruh dan modifikasi melalui bahan makanan baru yang diakomodasi ke dalam kebiasaan makan di suatu daerah.


Ketika sebuah seni memasak membutuhkan suatu label “nasional”, maka itu harus melalui sejenis pemfosilan (fossilization) berupa permunian yang terjaga dari pengaruh asing.


Beranjak pada pandangan Fernadez-Armesto, bahwa national cuisine tidak lebih dari kumpulan berbagai makanan yang dikomsunsi orang-orang di mana mereka hidup dalam batas politik sembari membayangkan kuliner nasional.


Tetapi apa yang dikatakan Armesto bahwa untuk membutuhkan suatu label “nasional” pada makanan harus menjaga makanan dari unsur asing adalah suatu kemustahilan.


Persentuhan dengan budaya lain memungkinkan keaslian sebuah makanan luntur karena bergabung dengan kuliner lain, menghilang, atau digantikan dengan bahan lain yang membuat kekhasan dari kuliner itu hilang.


Adalah hal yang tidak mungkin apabila kita berupaya menjaga keaslian dalam hal makanan sebagai produk dan identitas budaya.


Konsep national cuisine itu merupakan konsep yang dinamis dan tidak pernah final. National Cuisine merupakan hasil kontruksi pemikiran masyarakat akan makanan nasionalnya, bukan terutama soal keaslian atau otensitas.


Tidak ada resep tunggal dalam memahami national cuisine. Ramuan maupun komposisinya berbeda-beda, tetapi tidak akan lepas dari pengalaman sejarah bangsa, lingkungan geografis, dan kondisi politik, social, dan ekonomi suatu bangsa.


Wujudnya di Indonesia


Hal itu tercemin pada Indonesia, negeri yang kaya akan kulinernya. Misalkan saja, dalam proyek nasional buku resep makanan pertama Indonesia pasca kemerdekaan, Mestika Rasa, sang penulis menulis 1600 resep (1967).


Murdijati Gardjito (2017) bahkan meninventarisir resep makanan nusantara hingga 3.257. Hal ini menandai beragamnya kuliner Indonesia yang sudah tentu didukung oleh kekayaan alam disertai melimpahnya sumber daya pangan.


Jika kita melihat tukang nasi goreng di pinggir jalan, kita melihat pedagang memasak dengan cepat. Siapa yang mengira, Teknik memasak dengan cepat itu merupakan Teknik yang berasal dari Cina.


CNN merilis bahwa rendang merupakan makanan paling lezat nomor wahid di dunia, tetapi siapa yang mengira bahwa proses pembuatan rendang memiliki kesamaan dengan teknik memasak daging dari boga Portugis bernama bafado.



 
 
 

Opmerkingen


  • Facebook - White Circle
  • Instagram - White Circle

© 2020 by History Agent Indonesia Member of Idea Publika Group

bottom of page