Oleh: Fakhri
Hari ini tepat 30 Juli, salah satu tokoh yang paling fenomenal di Indonesia lahir. Melalui partai berhaluan kiri yang ia besarkan, ia menjadi sosok paling disorot pada masa pemerintahan Soekarno.
Tokoh tersebut adalah Dipa Nusantara Aidit atau biasa disebut D.N Aidit. Aidit bersama Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi sosok yang masuk daftar hitam di Indonesia akibat ulahnya yang diduga oleh pemerintah ingin mengganti ideologi Pancasila dengan komunis.
Masa Kecil Bos PKI
Dipa Nusantara Aidit adalah bukan nama lahirnya. Bos PKI ini dilahirkan dengan nama Achmad Aidit pada 30 Juli 1923 di Pangkal Lalang, Belitung. Aidit lahir dari keluarga yang cukup terpandang, ayahnya Abdullah Aidit adalah mantri kehutanan dengan jabatan cukup bergengsi kala itu.
Berasal dari keluarga yang terpandang merupakan keuntungan untuk Aidit karena dapat bergaul dengan siapapun, termasuk para buruh yang bekerja di tambang Gemeenschapelijke Mijnbouw Billiton.
Pergaulannya dengan para buruh tambang merubah pandangannya. Dalam buku Aidit Dua Wajah Dipa Nusantara mengisahkan bahwa suatu waktu, Aidit melihat buruh berlumur lumpur, bermandi keringat, dan hidup susah. Sedangkan meneer Belanda dan tuan-tuan dari Inggris hura-hura.
Tertarik mendalami hidup para buruh, Aidit mendekati mereka. Tapi tak mudah karena para buruh cenderung tertutup. Sampai suatu hari Aidit melihat seorang buruh sedang menanam pisang di pekarangan rumah. Aidit menawarkan bantuan. Tertegun sebentar, si buruh itu mengangguk. Aidit lalu mencangkul.
Sejak saat itu Aidit bersahabat dengan buruh itu. Kian hari hubungan mereka kian dekat. Kadang mereka ngobrol sembari menyeruput kopi dan mengudap singkong rebus.
“Pergaulan dengan kaum buruh itu, menentukan jalan pikiran dan sikap politik Achmad setelah di Jakarta. Hingga akhir ia memimpin partai komunis dan tenggelam dalam peristiwa yang dikenal dengan Gerakan 30 September” tulis Tempo dalam Aidit Dua Wajah Dipa Nusantara.
Merantau Ke Batavia dan Mengubah Nama
Pada tahun 1936, ketika Aidit berusia 13 tahun dan lulus dari HIS, ia berkeinginan untuk pergi ke Batavia untuk melanjutkan sekolah di MULO Batavia. Keinginan tersebut akhirnya dituruti ayahnya meskipun disadari sangat berat bagi kelurganya dalam hal finansial.
Ketika sampai di Batavia, Aidit sementara tinggal di kawasan Cempaka Putih bersama kawan ayahnya. Namun, keinginan bersekolah di MULO pun sirna karena pendaftarannya sudah tutup dan ia harus bersekolah di Middestand Handel School atau sekolah dagang.
Bakat politiknya justru muncul ketika ia bersekolah dagang. Disana Aidit belajar berbagai aliran politik termasuk Marxisme. Pada awal di Jakarta, sekitar 1940-an, Aidit bergabung dengan Persatuan Timur Muda atau Pertimu. Pekumpulan ini dimotori Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo), di bawah pimpinan Amir Syariffudin dan Dr Ahmad Kapau Gani.
Dalam organisasi inilah persinggungan Aidit dengan politik makin menjadi-jadi. Hanya dalam waktu singkat, Aidit diangkat menjadi Ketua Umum Pertimu. Naik daunnya Aidit di dunia politik membuat ia menanggalkan nama lahirnya, Achmad, menjadi Dipa Nusantara.
Karir di PKI
Ketika Partai Komunis Indonesia berdiri kembali sebagai efek dari Maklumat Pemerintah No. X tentang pembentukan partai-partai politik di Indonesia yang merdeka sumur jagung pada 16 Oktober 1945.
Ditambah oleh kembalinya Musso dari Rusia ke Indonesia setelah berakhirnya Perang Dunia II, membangkitkan gairah politik Aidit yang terkesan pada gagasan Muso bahwa seluruh kekuatan sosialis komunis harus disatukan.
Untuk merebut kekuasaan, PKI tak boleh bergerak sendiri. Pada pertengahan 1948, Aidit muda ditugasi mengkoordinasi seksi perburuhan partai. Padahal umurnya baru 25 tahun, banyak yang lebih senior dan berpengalaman di partai berlambang palu arit tersebut.
Posisi strategis ini merupakan kepercayaan besar bagi lelaki tamatan sekolah dasar itu. Karir Aidit di PKI mulai melejit di akhir 1950-an ketika PKI diperbolehkan untuk hidup lagi setelah ditumpas akibat Pemberontakan di Madiun tahun 1948, Aidit sukses menyingkirkan senior-seniornya dari PKI.
Apalagi Aidit membangun basis massa yang kuat dan menjadikan PKI masuk dalam 4 besar (peringkat empat) perolehan Pemilu 1955, dan menjadikan PKI sebagai partai komunis terbesar ketiga di dunia.
Karena berhasil mencuri perhatian pada situasi politik saat itu, PKI dapat dengan mudah menyebarkan pengaruhnya di Indonesia termasuk di kalangan pejabat negara. Hingga akhirnya, konsep NASAKOM yang dicetuskan Presiden Soekarno pada 1956 menjadi ujung tombak perpolitikan saat itu.
Puncaknya memasuki sekitar 1960, Aidit bahkanlalu dipercaya untuk mengemban jabatan sebagai Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), parlemen yang anggotanya dipilih sendiri oleh Presiden Soekarno pada Masa Demokrasi Terpimpin.
Akhir Riwayat Sang Dipa Nusantara
Kesuksesan PKI dalam perpolitikan Indonesia membuat gejolak politik yang cukup hangat sekitar 1965. Puncaknya ketika terjadi peristiwa 30 September 1965 yang dimulai di Jakarta dengan diculik dan dibunuhnya enam orang jenderal dan seorang perwira.
Banyak yang mengira dan akhinya dinyatakan, bahwa Aidit dan PKI adalah dalang dibalik peristiwa itu. Sudang kadung mempercayai tragedi itu, Soeharto akhirnya memerintahkan militer untuk memburu Aidit sebagai penanggung jawab tragedi tersebut.
Pasca peristiwa tersebut, Aidit hidup dari kota-kota menghindari perburuan terhadap dirinya. Namun, riwayatnya harus berakhir ketika Aidit ditemukan oleh militer dan ditembak mati tanpa diadili pada 22 November 1965 di Boyolali.
Comments