top of page
historyagent

Pelopor Infrastruktur di Kalimantan: Pangeran Muhammad Noor

Oleh: Dion

Potret Pangeran Muhammad Noor (Berpeci hitam) ketika tengah meninjau sebuah proyek infrastruktur (Sumber: Alumni Sipil ITB)

Tidak banyak yang mengenal tokoh yang satu ini. Padahal, tokoh ini berperan penting dalam jalannya perjuangan kemerdekaan Indonesia di wilayah di Kalimantan. Tokoh ini ialah Pangeran Muhammad Noor.


Kehidupan Awal

Beliau lahir di Martapura, Kalimanyan Selatan pada 24 Juni 1901. Beliau lahir dari pasangan Pangeran Muhamad Ali Dan Ratu Intan Binti yang merupakan bangsawan Kesultanan Banjar.


Sebagai orang yang memiliki darah biru, ia memiliki keuntungan untuk dapat bersekolah secara lengkap dari pendidikan rendah sampai pendidikan tinggi. Beliau memasuki HIS (Hollandsch Inlandsche School) dan tamat dari sekolah tersebut sekitar tahun 1917.


Setelah itu beliau melanjutkan pendidikan ke jenjang MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) hingga tamat pada tahun 1921. Setelah itu ia bergabung dengan HBS (Hogere Burgerschool) dan taman di tahun 1923 hingga melanjutkan pendidikan tinggi di THS (Tecnische Hoogeschool te Bandoeng) dalam waktu 4 tahun.


Menapaki Karir Politik


Menurut Soedjatmoko dalam Menjadi Bangsa Terdidik Menurut Soedjatmoko (1999), beliau menjadi anggota Volksraad di masa kolonial Belanda pada tahun 1935-1939 sebagai perwakilan yang mewakili Kalimantan.


Pada masa pendudukan Jepang beliau menjadi anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).


Pada 19 Agustus 1945, dua hari setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaanya, ia menjadi gubernur Kalimantan dan menghadapi suatu tantangan besar karena Sekutu mendarat di Kalimantan pada 17 September 1945.


Dalam upaya mempertahankan Kalimantan dari Sekutu, beliau mempersatukan pejuang kemerdekaan yang bernama Divisi IV ALRI yang dipimpin oleh Hassan Basry. Ketika terjadi agresi militer, Beliau ikut pindah ke Yogyakarta yang ketika itu difungsikan menjadi ibukota Republik Indonesia sejak 4 Januari 1946.


Selama di kota tersebut, beliau menjadi pimpinan tertinggi untuk mengkoordinir para pejuang yang berada di Kalimantan. Meskipun beliau berada di Yogyakarta, beliau tetap berjuang bersama untuk melawan Sekutu yang menguasai Kalimantan.


Beliau membentuk Badan Pembantu Oesaha Gubernur (BPOG) guna membantu tugas-tugas gubernur serta mempersatukan seluruh putra Kalimantan yang berada di Jawa untuk membantu perjuangan rakyat di Kalimantan, baik secara politik, militer, maupun ekonomi. Badan ini kemudian bercabang di daerah-daerah yang lain.

Karir birokratnya, menanjak pada tahun 1956, ketika beliau ditunjuk oleh Presiden Sukarno untuk menjabat sebagai Menteri Pekerjaan Umum pada periode 24 Maret 1956 -19 Juli 1959. Selama beliau menjabat sebagai menteri, beliau mencanangkan beberapa proyek besar dan strategus.


Seperti Proyek Waduk Riam Kanan di Kalimantan Selatan, Proyek Waduk Karangkates di Jawa Timur bahkan beliau juga mengagas Proyek Pengembangan Wilayah Sungai Barito. Pergantian masa ke Orde Baru membuat ia mendapatkan jabatan baru pula. Pada masa Orde Baru beliau menjabat sebagai DPA (Dewan Pertimbangan Agung) periode 1968-1973.


Wafat dan Gelar Pahlawan Nasional


Pada tanggal 15 Januari 1979 beliau wafat di Jakarta dan dimakamkan di TPU (Tempat Pemakaman Umum) Karet Bivak, Jakarta. Atas jasanya dalam mempertahankan Kalimantan pada masa Perang Kemerdekaan Presiden Ir. Joko Widodo memberinya Gelar Pahlawan Nasional pada tanggal 8 November 2018.

11 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


bottom of page