Pertama Kalinya Indonesia Hadapi Pandemi Dunia
- historyagent
- Mar 25, 2020
- 3 min read
Updated: May 11, 2020
Oleh: Fakhri

Indonesia, khususnya Pulau Jawa, telah mengenal penyakit influenza dalam berbagai jenisnya sejak pertengahan abad XIX. Meskipun demikian, merebaknya penyakit flu di periode sebelum tahun 1918 masih bersifat lokal.
Tetapi kondisinya sangat berbeda apabila dibandingkan dengan tahun 1918 saat influenza Spanyol mulai melanda hampir seluruh daerah di Kepulauan Indonesia dan menyebar dengan cepat.
Menurit Priyanto Wibowo, dkk dalam buku Sejarah Pandemi Influenza 1918 di Hindia Belanda penyakit tersebut tidak begitu saja muncul di Indonesia, meskipun beberapa daerah telah dinyatakan pernah mencatat penyakit flu ini sebelumnya. Bersamaan dengan serangan influenza ke Indonesia, beberapa bagian dari belahan bumi ini juga dilanda oleh influenza.
Di Indonesia sendiri, yang dikenal sebagai Hindia Belanda saat itu, perhatian terhadap penyakit influenza juga rendah. Banyak pejabat Belanda di Hindia tidak begitu mempedulikan adanya informasi tentang perkembangan penyakit itu.
Pulau Jawa sendiri yang terdampak paling parah, antara pertengahan tahun 1918 sampai pertengahan tahun 1919 merupakan sebuah fenomena penting dalam sejarah kesehatan negeri ini. Tingginya jumlah korban baik yang tertular maupun yang meninggal, dan pesatnya penyebaran flu mematikan ini membuktikan bahwa wabah influenza merupakan fenomena internasional dan bukan masalah lokal Hindia Belanda.
Menurut penelusuran, wabah ini masuk melalui kegiatan transportasi perkapalan. Pemerintah pusat di Belanda pun mencurahkan perhatian dan kekhawatiran terhadap perkembangan wabah ini di koloni-koloninya, dengan menugaskan Menteri koloni untuk merespon pandemi influenza.
Akan tetapi, kekhawatiran dan peringatan wabah tersebut tersebut ternyata tidak begitu seriusa diperhatikan, Pemerintah Koloni Hindia Belanda hanya melakukan tindakan pencegahan yaitu memperketat pengawasan terhadap kapal yang datang dari Hongkong, khususnya setelah transit di Singapura.

Hasilnya, Tiga bulan kemudian pada bulan Juli 1918, beberapa pasien influenza mulai dilaporkan di sejumlah rumah sakit di Hindia Belanda. Jumlah ini semakin meningkat pada bulan Agustus dan September, meskipun rasio perbandingan dengan jumlah penduduk atau dibandingkan dengan jumlah korban wabahwabah lokal yang terjadi sebelumnya masih dianggap rendah.
Persoalannya menjadi semakin parah ketika penguasa daerah di beberapa tempat mulai melaporkan adanya kenaikan jumlah pasien influenza dalam jumlah yang sangat mengejutkan. Selama bulan Desember 1918, influenza menyerang dengan sangat parah dan menyebabkan korban jatuh dalam jumlah cukup besar apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk daerah itu.
Hal yang menarik untuk dicermati adalah bahwa lokasi tempat pertama pasien influenza ditemukan di titik-titik pertemuan antarmanusia dan di jalur-jalur transportasi utama. Misalnya di Magelang, Titik pertemuan ini adalah tempat di mana transaksi berlangsung dengan warga dari luar Magelang, salah satunya ialah pasar.
Pasar dan jalur transportasi menjadi sarana masuk dan menularnya penyakit influenza dari daerah lain, yang dalam hal ini disinyalir masuk dari daerah Yogyakarta. Dasar pertimbangan yang digunakan adalah bahwa sebagian besar pedagang khususnya orangorang pribumi yang datang ke Magelang berasal dari Yogyakarta.
Tindakan pengobatan segera dilakukan baik oleh pemerintah daerah, lembaga swasta maupun oleh penduduk sendiri. Pemerintah segera memerintahkan instansi terkait, yaitu Dinas Kesehatan Rakyat (Burgerlijke Gezondheid Dienst) untuk mengadakan penelitian laboratorium bagi penemuan obat yang mampu memberantas penyakit influenza dan mencari cara menyembuhkan pasiennya.
Setelah mendengarkan berbagai laporan, pada bulan November 1918, pemerintah koloni Hindia Belanda membentuk sebuah tim khusus yang berada di bawah kepala Dinas Kesehatan Rakyat. Tujuannya adalah menanggulangi penyebaran wabah influenza dan mencari upaya untuk menyembuhkannya.

Dari hasil penyelidikan yang dilakukan, sumber penularan penyakit diduga berasal dari udara (lucht). Untuk itu pemerintah kolonial kemudian mengeluarkan instruksi pembagian masker yang diserahkan kepada para warga yang tinggal di daerah yang terjangkit dan melakukan propaganda kesehatan.
LAHIRNYA INFLUENZA ORDONANTIE
Hasilnya, Terbukti dalam waktu tidak sampai setengah tahun, jumlah pasien influenza dapat ditekan sehingga tidak mengalami lonjakan lebih lanjut meskipun korban meninggal akibat penyakit ini sudah melebihi perkiraan para ahli kesehatan sebelumnya.
Akan tetapi, menurunya jumlah kematian akibat influenza tidak membuat pemerintah berbesar hati. Dr. de Vogel, seorang dokter yang memimpin pemberantasan influenza meyakini perlu adanya legalitas untuk memberantas penyakit tersebut.
Alasannya, yaitu kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, buktinya bahwa masing-masing pejabat daerah mengambil tindakan sendiri-sendiri dalam menghadapi kondisi darurat di wilayahnya. Hal tersebut mempersulit pelaksanaan instruksi dari pusat untuk dilaksanakan di daerah.
Namun demikian alasan para pejabat daerah juga cukup kuat, yakni mereka belum mendapatkan dasar hukum yang kuat untuk melaksanakan instruksi dari pusat dalam mencegah dan menanggulangi epidemi influenza di wilayah mereka.

Untuk itulah de Vogel menyadari perlu adanya peraturan yang bersifat dan berskala nasional bagi penumpasan penyakit influenza. Setelah bertahun-tahun penuh gejolak, peraturan tersebut akhirnya terbit. Mengacu pada aturan tersebut, terdapat Batasan-Batasan untuk membatasi "gerak" penyebaran penyakit tersebut.
Misalnya dengan melarang kapal dagang berserta awak kapal bersandar di pelabuhan Hindia-Belanda bahkan terdapat ancaman pidana bagi yang melanggar. Menunjukan betapa seriusnya pemerintah saat itu untuk menghentikan pandemik tersebut.
Comments