top of page

Sultan Hamid II: Loyalis Belanda Perancang Garuda Pancasila

  • historyagent
  • Jun 30, 2020
  • 3 min read

Oleh: Dion

Potret Sultan Hamid II (berdiri) dalam Konferensi Malino sekitar 1946 (Sumber: KITLV)

Sultan Hamid II terlahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Al-Qadri lahir di Kesultanan Pontianak pada 17 Juli 1913 , dia merupakan anak sulung keenam dari pasangan Syarif Muhammad Al-Qadri dan Syecha penguasa Kesultanan Pontianak yang saat itu tunduk dibawah kekuasaan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.


beliau dibesarkan oleh ibu angkatnya yang berasal dari Skotlandia bernama Salome Catherine Fox sampai ia berusia 12 tahun dan rekannya bernama Edith Maud Curteis.

selama dididik pasangan itu beliau pun fasih berbahasa Inggris dan belajar tata krama untuk anak bangsawan.


Pad usia remaja beliau menempuh pendidikan di ElS (Europeesche Lagere School) di Sukabumi, Yogyakarta dan Bandung. Kemudian ia melanjutkan pendidikan HBS( Horgere Burgerschool) di Bandung namun tidak sampai selesai.


Setelah lulus beliau melanjutkan pendiidikan di KMA (Koninklijke Militaite Academie) yang berrmarkas di Breda, Belanda hingga meraih pangkat letnan Kesatuan KNIL (Koninklijke Nederlands Indische Leger) atau Kesatuan Tentara Kerajaan Hindia Belanda.


Pada tahun 1937 ia dilantik sebagai perwira KNIL dengan pangkat Letnan Dua setelah ia lulus dari KMA. Ia pun ditugaskan ke Bandung, Malang , Balikpapan dan beberapa tempat lainnya di Pulau Jawa.


Naik Tahta dan Jadi Loyalis Belanda


Pada 10 Maret 1942 Jepang menduduki Hindia Belanda dan mengalahkan sekutunya, beliau ditawan dan baru dibebaskan setelah Jepang menyerah kepada Sekutu serta mendapatkan kenaikan pangkat menjadi Kolonel yang merupakan pangkat tertinggi bagi golongan bumiputera pada masa itu saat memutuskan memihak Belanda.


Pada 29 Oktober 1945 beliau diangkat menjadi sultan di Kesultanan Pontianak menggantikan ayahnya yang mangkat saat agresi Jepang dan memperoleh gelar Sultan Hamid II karena kemauan besar rakyat Kalimantan Barat yang tidak ingin adanya kekosongan kekuasaan jabatan di dalam Kesultanan Pontianak.


Beliau memperoleh jabatan penting sebagai wakil Daerah Istimewa Kalimantan Barat yang merupakan salah satu dari sekian negara bagian (boneka) bentukan H. J. Van Mook Gubernur NICA (Nederlandsch-Indische Civiele Administratie) untuk mengepung kedudukan kaum Republikein (Republik Indonesia/RI).

Sultan Hamid II (berdiri berseragam militer) bertemu dengan Gubernur NICA H. J. van Mook (Duduk berseragam militer) dalams sebuah jamuan makan sekitar 1946 (Sumber: Hello Indonesie)

Selain itu beliau jadi salah satu tokoh Indonesia yang memperjuangkan diberlakukannya sistem untuk menjaga tahtanya dan daerah istimewanya yaitu federalisme. Maka beliau menjadi figur penting di antara sekian tokoh Indonesia yang jadi kolaborator Belanda.


Buktinya beliau kerap hadir dalam setiap pertemuan para kolaborator seperti Perundingan Malino 15 Juli-25 Juli 1946 yang berlangsung di Malino, Sulawesi Selatan, Konferensi Denpasar 7 Desember-24 Desember 1946.


Beliau juga jadi tokoh penting Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO) atau Majelis Permusyawaratan Federal, sebuah badan perwakilan (semacam DPD sekarang) yang berisi para utusan dari negara-negara bagian yang dibentuk oleh H. J. Van Mook.


Perannya dalam Lambang Negara


Setelah BFO dan pihak Republikein sepakat untuk bersatu dan membentuk Republik Indonesia Serikat (RIS) yang mana Republik Indonesi termasuk bagiannya bersama negara bagian lain, beliau diberi jabatan sebagai Menteri Negara Zonder Portofolio atau menteri tanpa portofolio untuk merumuskan lambang negara RIS.


Akhirnya pada tanggal 10 Januari 1950 dibentuk panitia bernama Panitia Lencana Negara yang diketuai oleh Sultan Hamid II dengan susunan panita teknis Muhammad Yamin sebagai ketua yang terdiri empat anggota yaitu Ki Hajar Dewantara, M. A. Pellaupessy, Mohammad Natsir, dan R.M. Ngabehi Poerbatjaraka.


Dalam sidang kabinet tersebut diadakn proses seleksi ketat oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RIS Priyono, lalu terpilihlah yaitu rancangan Sultan Hamid II dan Muhammad Yamin.


Memasuki seleksi tahap selanjutnya, rancangan Muhammad Yamin ditolak karena menampakan sinar matahari dan menampakan pengaruh Jepang dan rancangan Sultan Hamid II lah yang akhirnya diterima dalam Sayembara tersebut.

(Dari kiri ke kanan) Perkembangan lambang Garuda Pancasila usulan Sultan Hamid II dari desain awal sampai yang resmi dipakai hingga sekarang (Sumber: Merdeka.com)

Rancangan final yang dibuat oleh Menteri Negara Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Sukarno. Kemudian Partai Marsyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) memberi masukan mengenai rancangan lambang negara yang dirancang oleh Sultan Hamid II karena rancangan awal garuda bertubuh manusia itu dianggap bersifat mitologis.


Sultan hamid II akhirnya kembali mengajukan rancangan lambang negara yang disempurnakan dan pada akhirnya lambang negara berbentuk burung rajawali tanpa jambul yang mencengkram tulisan Bhineka Tunggal Ika yang diambil dari bahasa Jawa Kuno yang berarti Berbeda-beda tetapi tetap satu.


Akhirnya lambang negara tersebut pertama kali dipamerkan kepada publik oleh Presiden Sukarno di Hotel Des Indies, Jakarta pada 15 Febuari 1950 sejak saat itu Garuda Pancasila resmi digunakan sebagai lambang negara Republik Indoensia sampai saat ini.


Akhir Karier Dalam Kontroversi


Sayangnya karier politik Sultan Hamid II harus kandas karena diduga terlibat dengan gerakan APRA(Angkatan Perang Ratu Adil) yang dipimpin Raymond Paul Westerling, oleh karena itu Sultan Hamid II ditangkap di Jakarta pada 5 April 1950.


Dalam persidangan pada 25 Febuari 1953 beliau dituduh terlibat konspirasi Westerling untuk menyerang Gedung Pejambon & membunuh 3 pejabat negara, akan tetapi pada 8 April 1955 Mahkamah Agung menyatakan Sultan Hamid II tidak bersalah dan ia bebas dari penjara pada tahun 1958 .

Sultan Hamid II (berdiri baju putih) setelah menjalani sidang putusan keterlibatannya dalam APRA (Sumber: BBC Indonesia)

Setelah itu Sultan Hamid II memutuskan untuk tidak lagi berpolitik , selama ia di penjara dia tetaplah Sultan Pontianak dan istrinya bersama anaknya menetap di Belanda. Tetapi Empat tahun kemudian dia ditangkap lagi dan dijebloskan ke ke Rumah Tahanan Militer (RTM) di Madiun, Jawa Timur.


Kali ini beliau dijerat atas tuduhan kegiatan makar karena membentuk VOC (Vrijwillige Ondergrondsche Corps) dan dipenjara sekitar tahun 1962 tanpa diadili dan baru bebas setelah Soekarno lengser dari kursi kepresidenan tepatnya sekitar tahun 1966.


Sultan Hamid II wafat di Jakarta pada 30 Maret 1978 dan ia dimakamkan di di Pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di Batulayang.


 
 
 

댓글


  • Facebook - White Circle
  • Instagram - White Circle

© 2020 by History Agent Indonesia Member of Idea Publika Group

bottom of page