top of page

Surabaya dan Sabang Jadi Ladang Bom Sekutu

  • historyagent
  • Jun 20, 2020
  • 3 min read

Oleh:Btnr

British Eastern Fleet sedang bermanuver di Samudera Hindia, armada inilah yang melakukan serangan balasan terhadap Jepang di Sabang dan Surabaya (Sumber: U.S. Navy Naval History and Heritage Command)

Serangan dadakan Jepang terhadap pangkalan laut Pearl Harbor dan Asia Tenggara di bulan Desember 1941 menandakan dimulainya perang antara Amerika Serikat, Belanda, Inggris, serta jajahannya masing-masing melawan Kekaisaran Jepang.


Angkatan laut Inggris, Royal Navy, telah terusir dari Asia Tenggara setelah kapal andalannya yaitu HMS Prince of Wales (jenis battleship), HMS Repulse (jenis battlecruiser), dan HMS Hermes (Kapal induk) ditenggelamkan Jepang. Selain itu juga disebabkan jatuhnya pelabuhan Hong Kong, Malaya, dan Singapura ke tangan Jepang.


Setelah kekalahannya di Asia Tenggara, Inggris membentuk armada baru, Eastern Fleet, di Samudra Hindia. Sempat terancam hancur ketika armada Jepang menyerang Samudra Hindia sekitar April 1942, D. Hobbs dalam The Baritish Pacific Fleet mengemukakan bahwa meski sebagian besar selamat, Jepang sukses menenggelamkan tiga kapal perang.


Setelah ancaman ini berlalu, Eastern Fleet hanya memiliki tiga kapal induk, yang digunakan Sekutu untuk mendukung perebutan Madagaskar sekitar Mei 1942. Tetapi, tiga kapal induk ini kemudian dipindahkan dari Eastern Fleet, sehingga armada Inggris ini tak memiliki kapal induk selama periode Februari—September 1943.


Kapal Induk Baru, Kekuatan Baru

Wujud HMS Battler yang melengkapi armada British Eastern Fleet (Sumber: Royal Navy Research Archive)

Barulah pada Oktober 1943 Eastern Fleet menyambut kedatangan kapal induk kecil HMS Battler, yang kemudian — menurut J.D Brown dalam Carrier Operations in World War II — diperkuat oleh kapal induk HMS Illustrious di akhir Januari 1944. Kedatangan kapal ini menandakan bahwa Eastern Fleet kembali memiliki kekuatan udara yang nyata.


Walaupun begitu, Eastern Fleet baru memiliki satu kapal induk besar, sedangkan ada informasi bahwa sebuah armada kapal induk Jepang singgah ke Singapura pada waktu yang sama. 


Inggris pun meminjam satu kapal induk dari Amerika Serikat, USS Saratoga, untuk memperkuat Eastern Fleet sampai kedatangan kapal induk Inggris lainnya. Pertemuan antara Eastern Fleet dan USS Saratoga diberikan alias Operation Diplomat.


HMS Illustrious dan tiga kapal tempur serta 14 kapal lainnya berangkat dari Ceylon (Sri Lanka) pada 19-21 Maret, lalu bertemu dengan USS Saratoga dan tiga kapal perusak Amerika Serikat pada 27 Maret, sebelum armada gabungan ini kembali ke Ceylon pada 31 Maret-2 April 1944.


Sabang dan Surabaya jadi Sasaran


Kemudian, pada April 1944, Royal Navy diminta oleh Angkatan Laut Amerika Serikat untuk melaksanakan sebuah serangan udara di wilayah Asia Tenggara—Samudra Hindia untuk mengalihkan perhatian Jepang ketika pendaratan Amerika Serikat di pesisir utara Papua sedang berlangsung.


Permintaan ini dikabulkan dalam bentuk proposal untuk menyerang Sabang dan Surabaya. Sabang dipilih sebab adanya sebuah pangkalan Jepang di sana, sedangkan pangkalan laut Surabaya dan fasilitas perminyakan di Wonokromo menjadikan Surabaya sebuah target.


D. Hobbs menyebutkan bahwa serangan terhadap Sabang diberi sandi Operation Cockpit, sementara serangan terhadap Surabaya dinamakan Operation Transom.


S.D. Waters dalam Official History of New Zealand in the Second World War 1939-45 menyebutkan bahwa Operation Cockpit dilaksanakan oleh HMS Illustrious, USS Saratoga, serta empat kapal tempur, sebuah kapal selam, dan 20 kapal lainnya, yang berangkat dari Ceylon pada 16 April 1944.


Jalannya Operasi

Foto udara lapangan udara di Sabang sehabis diserang armada udara British Eastern Fleet (Sumber: US Navy Naval Aviation Museum)

Armada Sekutu ini sampai pada posisi serangan yang ditentukan pada 19 April 1944, kurang lebih 160 kilometer barat-daya dari Sabang. Sebanyak 46 pesawat pengebom dan 37 pesawat tempur diterbangkan Sekutu, yang sukses mengejutkan pasukan Jepang.


D. Hobbs menjelaskan bahwa Operation Cockpit sukses menghancurkan tangki-tangki minyak, merusak fasilitas pelabuhan, serta menghancurkan 24 pesawat Jepang dan menenggelamkan dua kapal dan hanya satu pesawat Sekutu ditembak jatuh oleh Jepang


Tak sampai tiga minggu kemudian, Sekutu melancarkan Operation Transom. yang kali ini terdiri dari HMS Illustrious, USS Saratoga, empat kapal tempur, dan 17 kapal lainnya. The British Pacific Fleet juga mengemukakan bahwa perjalanan ke Surabaya cukup jauh, sehingga dibutuhkan penyuplaian ulang di tengah jalan.


Penyuplaian ini dilakukan oleh 6 tanker dan satu kapal penyuling air, yang dikawal tiga kapal lainnya. Kedua armada ini didukung pula oleh 8 kapal selam yang bertugas menjaga selat-selat di sekitar Surabaya.

Kondisi kawasan pelabuhan Surabaya setelah di serang selama Operation Transom (Sumber: combinedfleet.com)

Operation Transom dimulai pada 6 Mei 1944 dengan pemberangkatan armada utama dari Ceylon, yang kemudian menyuplai ulang pada 15 Mei di dekat Australia. Serangan Sekutu baru dimulai pada dini hari di tanggal 17 Mei 1944.HMS Illustrious dan USS Saratoga menerbangkan pesawat-pesawat mereka nyaris 300 km dari Surabaya.


Sebanyak 20 pesawat tempur dan 36 pesawat pengebom diterbangkan, yang dibagi menjadi dua kelompok, satu untuk menyerang fasilitas minyak Wonokromo dan yang lain menyerang pelabuhan Surabaya.


Sekali lagi, pasukan Jepang dikejutkan, baik D. Hobbs maupun S.D. Waters menyebutkan bahwa satu kapal tenggelam, 10 kapal rusak, dan 21 pesawat Jepang hancur, sedangkan fasilitas minyak serta fasilitas penerbangan rusak, dan pangkalan laut serta fasilitasnya rusak berat. Sementara itu, pihak Sekutu hanya mengalami kerugian satu pesawat.


Setelah Operation Transom selesai, USS Saratoga dan tiga kapal perusak Amerika yang mendampinginya berpisah dengan armada Operation Transom pada 18 Mei 1944. Kapal-kapal Amerika ini sampai di Australia pada 20 Mei, lalu bergabung kembali dengan Pacific Fleet Amerika Serikat. Sementara itu, Eastern Fleet sampai di Ceylon pada 27 Mei 1944,


 
 
 

Comments


  • Facebook - White Circle
  • Instagram - White Circle

© 2020 by History Agent Indonesia Member of Idea Publika Group

bottom of page