Oleh: Rasyad
Kehidupan Awal
Yap Thiam Hien lahir 25 Mei 1913 di Peunayong, Banda Aceh. Yap lahir dari ketrurunan Yap A Sin yang merupakan seorang Kapitein. Kapitein adalah sebutan untuk bangsawan peranakan Tionghoa
Sekitar tahun 1910-an, kekayaan keluarganya mulai menyusut karena pada waktu itu, Belanda mempreteli hak hak istimewa pejabat lokal keturunan Tionghoa. Bisnis keluarganya mulai bangkrut total ketika bank-bank tempat meminjam modal menagih utang tanpa tempo.
Untuk menutupi kerugian usahanya dan membayar utang, Yap Sin Eng, ayah Yap Thiam Hien, terpaksa menjual rumah besarnya. Mereka terpaksa pindah ke rumah keluarga dari pihak ibunya. Namun, Usaha Keluarga Tjing Nio, Ibu Yap Thiam Hien, mulai menyusut pula.
Toko kelontong yang dulunya untuk memasok kebutuhan orang Belanda dan tentara Belanda bangkrut. Di dalam himpitan Ekonomi, sang ibu wafat, sekitar tahun 1922. Sang ayah memutuskan untuk membawa seluruh keluarag pergi ke Batavia (Jakarta), sambil membangkitkan kembali bisnisnya.
Karena itu Yap Thiam Hien bersama saudara saudaranya, dan juga pengganti Ibunya, Sato Nakashima, ayah, dan kakeknya, harus melewati tahap tahap hidup yang susah dengan perjuangan yang hebat.
Perjalanan Intelektual
Dalam buku berjudul Seri Penegak Hukum: Yap Thima Hien (2013) yang ditulis Tempo, pendidikannya dimulai ketika dia masuk ke Europeesche Lagere School,(ELS),sekolah setara SD, di Banda Aceh.
Kepintarannya teruji ketika di sekolah memakai bahasa Belanda sebagai pengantar. Yap mampu menguasai bahasa Belanda dengan cepat dan menguasai semua mata pelajaran lainnya.
Sekitar tahun 1926, setelah lulus dari ELS, dia masuk ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di Batavia, sekaligus mengikuti temannya yang sekolah disana dan kepindahan ayahnya ke Batavia.
Lulus dari MULO sekitar tahun 1929, Yap diminta ayahnya untuk mengulang lagi kelas 3 MULO, karena itu Yap memutuskan untuk mengulang sekolah MULO di Medan. Setelah selesai, sekitar tahun 1930, Yap baru masuk ke Algemene Middelbare School (AMS) di Bandung selama setahun dan disambung ke AMS A di Yogyakarta.
Dari sinilah, Yap menguasai empat bahasa dan menambah bahasa latin. Dia lulus AMS pada tahun 1933. Karena ada depresi ekonomi saat itu, maka Yap Thiam Hien tidak mendapat pekerjaan.
Setelah dari Yogyakarta, dia pindah ke Batavia untuk bersekolah di Hollands chineesche School (HCS), sebuah sekolah yang mengkhususkan pendidikan untuk orang Tionghoa, agar menjadi pribadi yang profesional.
Setelah lulus, Yap mulai mencari pekerjaan dengan menjadi guru untuk membiayai sekolah adik adiknya. Pada 1 Juli 1934, Yap mengajar di Chinese Zending School yang berlokasi di Cirebon.
Ketika mengajar Yap dipecat karena kepala sekolahnya memandang perilaku Yap sangat liar di lingkungan yang konservatif. Lalu pencarian pekerjaannya berpindah ke Rembang, Jawa Tengah. Dia mendapatkan posisi sebagai direktur HCS Wilden School.
Kemudian Yap meninggalkan pekerjaan guru, dan bekerja di perusahaan iklan, di sepanjang jalan Molenwag. Sekitar tahun 1938, Yap Thiam Hien baru dibaptis di Gereja Patekoan, Batavia sekaligus memulai kuliah di Rechtshogeschool (sekolah hukum) sampai 1942.
Sekitar tahun 1946 Yapdan teman temannya berangkat dengan kapal “SS Nordam”, untuk berkuliah di Universitas Leiden, Belanda. Pada Tahun 1947, Yap lulus dari Universitas Leiden dan meraih Meester in de Rechten (Magister Hukum).
Yap kemudian terdaftar sebagai advokat pada 11 Juli 1949 dan bekerja di kantor advokat Mr. Lei hwee yoe. Sekitar tahun 1954, Yap dan bebrapa orang Tionghoa keturunan mendirikan Badan Permusyawaratan Kewarnegaraan Indonesia (Baperki) di Jakarta dan Yap kemudian dipercaya menjadi wakil ketua.
Membela Keadilan
Perjuangannya menjadi advokat dalam mencari keadilan, dimulai dalam pembelaan Soebandrio, Menteri luar negeri zaman presiden soekarno, yang terlibat “kudeta 1965” di sidang mahkamah militer luar biasa.
Sekitar tahun 1967, ia diperkarakan karena mencemarkan nama baik jaksa tinggi Simandjuntak dan inspektur jenderal polisi Mardjaman. Perkara ini dikenal sebagai Yap Affair. Perjuangannya untuk keadilan terlihat nyata pada tahun 1970, ketika ia ikut mendirikan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBHI).
Di era orde baru, hidup Yap naik turun. Sekitar tahun 1974, setelah peristiwa Malari,Yap thiam hien ditahan tanpa proses peradilan selama satu tahun. Penahanan itu tidak membuat semangat Yap membela keadilan kendur.Sekitar tahun 1984, dia Membela Sanusi, anggota Petisi 50 dan Basuki Rahmat dalam kasus Peledakan BCA.
Sayangnya karir dan kehidupannya berakhir pada 25 April 1989, ketika Yap tengah dirawat di rumah sakit St.Agustinus, Brussels Belgia. Untuk mengenangnya sebagai pegiat HAM, namanya diabadikan dalam penghargaan tokoh pejuang HAM, Yap Thiam Hien Award pada 1992
Comments